INDAH PADA WAKTUNYA
Aku adalah seorang remaja yang terhempas dalam
kenyataan hidup ditengah arus globalisasi. Bisa dibilang aku berasal dari
keluarga yang kurang mampu. Ibuku hanya seorang penjual sayur-sayuran di pasar
pagi. Pendapatan ibuku pun tidak seberapa, hanya cukup untuk sekali makan. Bisa
dibilang juga, itu semua tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan kami
sekeluarga.
Terlebih lagi aku mempunyai dua orang adik. Ayah dan ibuku
sudah lama bercerai. Ibu memilih bercerai dengan ayah karena sifat ayah yang
pemarah dan suka mebuk-mabukan. Setelah bercerai dengan ibu, ayah masih saja
sering mengganggu kehidupan kami. Bahkan ia sering datang dengan cara tiba-tiba
dan memukulibu serta adik-adikku. Mungkin ayahku sudah kehilangan akal
sehatnya. Tidak jarang aku pun sering terlibat dalam amukan ayahku.
Dan pernah pada suatu hari, ayah datang dan
marah-marah tidak jelas kepada ibuku. Aku tidak tahu apa masalahnya sehingga
ayah bisa marah-marah seperti orang kesetanan. Dan tiba-tiba pula ayah memukul
ibuku. Kedua adikku yang kebetulan sedang bersama ibuku di rumah pun tidak
luput dari amukan ayahku yang gila itu. Aku yang saat itu baru saja pulang
sekolah sangat terkejut melihat kejadian itu. Aku sudah tidak bisa berkata-kata
lagi melihat ibuku dipukuli seperti itu. Aku tidak bisa menerima sikap ayahku
yang berbuat semena-mena seperti itu. Aku pun yang berusaha melindungi ibuku
dari pukulan ayahku pun ikut menjadi sasaran amukan ayahku. Aku mulai tidak
tahan dengan semua perlakuan ayahku terhadap ibuku dan adik-adikku.
Aku yang mulai terbawa emosi karena tindakan ayahku
tersebut langsung mendaratkan tinjuku pada wajah ayah. Ayahku yang tidak terima
atas tindakanku lantas memukulku. Akupun jatuh tersungkur dan hampir terbentur
meja. Aku pun lantas mengambil sebuah guci yang ada di meja dan memukulkan guci
tersebut tepat di kepala ayahku. Ayahku pun berteriak kesakitan dan jatuh
seketika karena kepalanya mengeluarkan darah. Kemudian dengan segera aku
menyeretnya keluar dari rumah. Dan ayahku langsung pergi dari rumah dengan
membawa rasa sakit dan mengucapkan kata-kata kotor. Beruntung saat kejadian itu
terjadi, tidak ada tetangga yang melihat kejadian itu secara langsung. Aku pun
kembali ke dalam rumah dan berkumpul dengan ibu dan kedua adikku serta
menenangkan mereka semua.
Sejak kejadian itu, ayah tidak pernah datang lagi
menemui kami. Namun itu hanya berlangsung selama beberapa minggu saja. Setelah
itu ayah mulai kembali dengan kegilaannya yang tidak berperikemanusiaan itu.
Kehidupan keluargaku yang serba kekurangan membuat
kami harus lebih berhemat. Kedua adikku saja tidak ada yang bersekolah. Ibu
sudah sangat bersyukur bila bisa menyekolahkan aku hingga lulus SMA. Namin aku
mempunyai tekad yang kuat untuk melanjutkan pendidikanku hingga ke jenjang yang
lebih tinggi.
Hari ini aku mendapat panggilan dari guru karena aku
sudah menunggak uang sekolah selama dua bulan. Aku bingung harus berbuat apa
agar bisa mendapatkan uang untuk membayar uang sekolahku. Aku sengaja tidak
memberitahukan ibuku mengenai masalah ini. Aku takut ibu akan sedih karena
tidak bisa memenuhi kebutuhan sekolahku. Hal ini dikarenakan penghasilan ibu
yang hanya cukup untuk makan kami sehari-hari. Aku berinisiatif intuk mencari
pekerjaan. Namun aku tidak mendapatkan satupun pekerjaan. Aku mulai putus asa.
Namun di tengah keputusasaanku itu aku mendapatkan ide yang cemerlang. Aku bisa
memanfaatkan kemampuanku dalam bernyanyi. Aku pun pergi ke sebuah cafe untuk
melamar pekerjaan di sana.
Aku tahu tempat itu karena beberapa hari yang lalu
salah seorang temanku menawariku sebuah pekerjaan untuk menyanyi di tempat itu.
Dia menawariku untuk bernyanyi di cafe itu karena dia mengetahui kalau suaraku
merdu sekaligus kondisi keluargaku yang sedang kesusahan.
Sekilas aku berpikir,”mungkin ini yang dinamakan
teman, selalu ada di kala susah maupun senang”.
Aku diterima
untuk menyanyi di cafe itu. Bayaranku untuk sekali manggung sebesar seratus
ribu rupiah. Bayaran yang lumayan besar untuk seorang pemula sepertiku. Uang
yang aku simpan selama aku menyanyi di cafe itu sudah lumayan banyak, dan itu
sudah cukup untuk mebayar uang sekolahku yang menunggak selama dua bulan. Sisa
dari uang yang aku miliki, aku berikan kepada ibu sebagian untuk keperluan
belanja dan yang sebagian lagi aku simpan untuk berjaga-jaga jika ada keperluan
yang mendadak.
Ibuku sangat senang menerima pemberian dariku. Ia
sangat bersyukur pada Tuhan karena aku sudah bisa belajar untuk lebih mandiri.
Aku sangat senang bila ibuku pun senang..
Lama aku menyanyi di cafe itu. Mendengar suaraku yang
lumayan merdu, pemilik cafe mengizinkanku untuk menjadi penyanyi tetap di cafe
tersebut. Di sana bukan aku satu-satunya penyanyi yang bernyanyi di cafe itu.
Ada seorang wanita yang juga bekerja sebagai penyanyi di cafe tersebut. Awalnya
dia senang saat berkenalan denganku. Tapi lama-kelamaan dia mulai menunjukkan
sikap yang kurang baik padaku. Dia sering memarahiku padahal aku tidak membuat
kesalahan. Mungkin dia iri padaku karena aku mendapat perlakuan yang lebih baik
dari pemilik cafe dibandingkan dengannya. Hingga dia tega memfitnahku dengan
sesuatu yang aku sendiri tidak merasa kalau aku melakukan kesalahan itu.
Pemilik cafe di tempatku bekerja yang termakan oleh omongan wanita itu kemudian
memecatku dari cafe itu. Aku sungguh sedih sekali karena aku difitnah atas
perbuatan yang tidak pernah aku lakukan sama sekali. Aku kecewa, aku putus asa,
aku tidak tau harus berbuat apa lagi.
Dimana aku harus mencari pekerjaan setelah ini? Apa
yang harus aku katakan pada ibuku atas kejadian ini? Mengapa hidupku harus
berjalan seperti ini? Hanya pertanyaan semacam itu yang terlintas di pikiranku
sepanjang jalan. Kebahagiaan yang aku rasakan hanya berlangsung sekejap. Entah
ini hanya suatu kebetulan atau memang takdirku harus seperti ini.
“Oh Tuhan...
aku tidak sanggup”, ucapku dakam hati.
Aku sungguh tidak menduga kenapa ia tega melakukan hal
ini padaku. Seseorang yang aku kenal baik dan ramah ternyata hanya sebagai
sampul depan saja. Sungguh aku sangat merasa kecewa. Tetapi biarkan sajalah,
karena setiap orang memiliki catatan kebaikan dan keburukan tersendiri.
Kini aku kembali dengan hari-hariku yang suram. Hari
ini aku tidak bersemangat untuk sekolah karena aku terus memikirkan ibu dan kedua
adikku. Saat aku berjalan sambil melamun di koridor sekolah, secara tidak
sengaja aku menabrak seorang gadis yang begitu cantik di mataku. Dia sedang
membaca sambil berjalan dan mungkin itu yang membuatnya tidak memperhatikan
keadaan di sekitarnya sehingga dia kurang berkonsentrasi dengan perjalanannya
dan menabrakku. Kami kemudian saling meminta maaf dan sekalian aku berkenalan
dengannya. Itu karena sudah hampir 3 tahun aku bersekolah di sekolah ini, tapi
aku belum begitu mengenal teman-temanku satu sekolah.
Gadis itu bernama Geniung, dia memiliki paras yang
cantik, berjilbab, dan memiliki perilaku yang sopan saat aku mengenalnya. Apa
yang aku rasakan? Sepertinya aku mulai jatuh cinta. Sejenak aku lupa akan
masalah keluargaku. Aku berusaha mencari informasi yang lebih tentangnya.
Saat dia mengetahui kalau aku menyukainya, dia
menunjukkan sikap yang berbeda kepadaku. Dia menjadi kurang bersahabat. Aku
yang penasaran dengan perubahan sikapnya itu pun lantas menanyakannya langsung
padanya. Dia menceritakan alasan kenapa dia merubah sikapnya kepadaku.
Lama-kelamaan kami mulai akrab kembali dan saling berbagi pengalaman hidup. Aku
menceritakan tentang keadaan keluargeku. Dia merasa turut prihatin dengan
keadaan keluargaku.
Sejak saat itu dia mulai memberikan perhatian
kepadaku. Dia sering memberikan motivasi yang sengat berguna bagiku. Dan tidak
itu saja, dia juga meminta ayahnya untuk mengizinkanku bekerja di peternakan
milik ayahnya. Ayahnya pun memperbolehkanku untuk bekerja di peternakan
miliknya sepulang sekolah. Dan atas pekerjaanku yang rapi, ayahnya pun memberi
kepercayaan kepadaku untuk mengambil alih sebagai pemilik peternakan tersebut
setelah aku tamat kuliah nanti. Kini aku bisa menyekolahkan kedua adikku dan
membahagiakan ibuku. Aku sungguh berterimakasih kepada Tuhan yang telah
memberikan jalan keluar terbaik bagiku atas segala masalahku. Dan hal ini juga
tidak terlepas dari do’a ibuku yang menyertaiku setiap waktu, serta
teman-temanku yang selalu memberikan dukungan kepadaku disaat aku merasa putus
asa
Analisis
novel
a.
Tokoh
dan Perwatakan
No
|
Tokoh
|
Perwatakan
|
Bukti
|
1.
|
Aku
|
Sabar,
penyayang, optimis, pekerja keras, hemat, baik
|
·
Ia menerima keadaan dengan lapang dada.
·
Ketika ayahnya memukuli ibunya, tokoh aku
melindungi ibunya.
·
Ia yakin bahwa ia dapat melanjutkan pendidikannya
yang lebih tinggi.
·
Tokoh aku berusaha mencari pekerjaan untuk
kebutuhannya dan keluarganya.
·
Ia menyisihkan uangnya untuk
kepentingan-kepentingan mendadak.
·
Ia menyekolahkan adik-adiknya.
|
2.
|
Ibu
|
Sabar, pekerja
keras
|
· Ia tabah dalam
menerima cobaan.
· Ia hanya
bekerja sebagai penjual sayuran di pasar.
|
3.
|
Adik-adik
|
Baik, sabar
|
·
Ia rela tidak sekolah karena ibunya tidak mampu
membiayainya.
|
4.
|
Ayah
|
Kasar,
pemarah, pemabuk, jahat
|
·
Ia memukuli istri dan anak-anaknya.
·
Ia marah-marah dengan sebab yang tidak jelas.
·
Ia suka minum minuman keras.
·
Ia rela membiarkan istrinya membiayai kehidupannya
dan anaknya sendiri.
|
5.
|
Pemilik cafe
|
Baik, mudah
terpengaruh
|
·
Ia mau menerima tokoh aku untuk bekerja di cafenya
dan memberikan gaji yang tidak sedikit.
·
Ia mudah terpengaruh dengan kata-kata penyanyi
cafe (teman tokoh aku yang bekerja di cafe yang sama) yang belum tentu
kebenarannya.
|
6.
|
Penyanyi cafe
|
iri, jahat
|
·
Ia iri dengan tokoh aku, karena tokoh aku
mendapatkan perlakuan yang lebih baik dari pemilik cafe.
·
Ia memfitnah tokoh aku, hingga tokoh aku dipecat
oleh pemilik cafe.
|
7.
|
Geniung
|
Sopan,
perhatian, ramah
|
Ia memberi perhatian dan sering
memotivasi tokoh aku.
|
8.
|
Teman tokoh
Aku
|
Baik hati
|
Ia menawari
tokoh aku untuk bekerja di sebuah cafe, karena ia mengerti bahwa tokoh aku
memiliki suara yang merdu.
|
9.
|
Ayah geniung
|
Baik, peduli
|
Ia menerima
tokoh aku untuk bekerja di peternakannya.
|
0 komentar:
Posting Komentar